Degradasi pada clay shale berakibat menurunkan kuat dukung sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Upaya perbaikan perlu dilakukan untuk meningkatkan kuat dukung clay shale yang telah mengalami degradasi tersebut. Stabilisasi dengan metode mixing telah banyak diaplikasikan, namun karena metode ini memerlukan pembongkaran sehingga sulit diaplikasi pada permasalahan ini. Kesulitan tersebut disebabkan oleh permasalahan degradasi clay shale yang biasanya muncul setelah konstruksi selesai, kedalaman degradasi dapat mencapai lapisan yang relatif dalam, dan adanya bangunan existing. Injeksi grouting diusulkan sebagai alternatif solusi dengan memanfaatkan tekstur clay shale terdegradasi yang menyerupai tanah granular. Namun demikian, clay shale terdegradasi tetaplah berupa lempung sehingga mempunyai dualisme karakteristik yaitu granular-lempung. Penelitian di laboratorium dilakukan untuk mempelajari perilaku clay shale terdegradasi yang diinjeksi grouting, dengan material pasta semen (PC) dan geopolymer (GP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa injeksi PC tidak efektif meningkatkan kuat dukung (qu), sedangkan injeksi GP memberikan peningkatan qu yang cukup besar. Kendala pada injeksi PC berkaitan dengan sifat bleeding pada PC yang tinggi dan sifat lempung dari clay shale yang menyerap air. Pada saat proses injeksi, air bleeding dari PC sehingga terserap fragmen clay shale sehingga menyebabkan pori antar (inter pores) fragmen mengecil. Kondisi ini menyebabkan aliran grouting terhambat. Kendala aliran grouting PC ini mengakibatkan radius kolom grouting (Rcg) yang terbentuk relatif kecil (Gambar 1). Injeksi GP menghasilkan kolom grouting dengan Rcg yang besar (Gambar 1) dan efektif meningkatkan qu (Gambar 2). Geopolymer pada penelitian menggunakan fly ash tipe F sebagai binder dan activator dari campuran NaOH (10M) dan Na2SiO3 dengan perbandingan 1:1. Keberhasilan injeksi GP ini dipengaruhi oleh bleeding yang relatif kecil. Selain itu berat satuan yang besar mencegah activator terserap oleh clay shale, sehingga dapat mencegah pengembangan fragmen clay shale.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, injeksi GP menunjukkan keberhasilan dalam meningkatkan qu, sedangkan injeksi PC tidak memberikan peningkatan qu, sehingga injeksi clay shale direkomendasikan menggunakan geopolymer. Hasil penelitian menunjukkan injeksi paling efektif menggunakan geopolymer dengan rasio aktivator-fly ash (fGP) sebesar 1, dan clay shale pada relative compaction (Rc) 0,85 atau porositas n sebesar 0,48. Keberhasilan injeksi GP ini memberikan peluang untuk diterapkan pada perbaikan clay shale. Namun demikian, penelitian yang dilakukan masih terbatas dalam skala laboratorium dengan clay shale dibatasi pada kondisi terdegradasi penuh. Tingkat degradasi clay shale di lapangan tentunya dapat bervariasi, sehingga kajian lebih lanjut masih diperlukan untuk mempelajari pengaruh tingkat degradasi terhadap keberhasilan injeksi grouting GP. Meskipun dengan keterbatasan, hasil penelitian ini menunjukkan injeksi geopolymer mempunyai peluang yang besar untuk perbaikan clay shale.